Sampah IT Masih Jadi Masalah Lingkungan
Belum dikeluarkannya PP sedangkan UU-nya sudah hadir, menyebabkan adanya tarik ulur.
Senin, 3 Oktober 2011, 17:35 WIB
Muhammad Firman
Belum dikeluarkannya
PP sedangkan UUnya sudah hadir, menyebabkan adanya tarik ulur antara
pemerintah dengan pengusaha tentang aturan tersebut. (goodcleantech.com)
VIVAnews - Sampah
information technology
(IT), seperti sampah produk komputer, handphone dan lainnya belum dapat
didaur ulang sehingga menjadi permasalahan lingkungan tersendiri.
Padahal, sudah ada Peraturan Pemerintah (PP) untuk melaksanakan UU No 18/2007 tentang Pengelolaan Sampah agar limbah produk IT (
Information Technology) yang menyebutkan bahwa mengolah dan mendaur ulang menjadi tanggungjawab produsen.
Namun demikian, hingga saat ini UU tersebut belum dapat dilaksanakan secara baik.
Hal
tersebut diungkapkan oleh Asisten Deputi Urusan Peningkatan Peran
Organisasi Kemasyarakatan pada Kementerian Lingkungan Hidup, Basuki
Widodo Wahyuni Sambodo, mewakili Menteri Lingkungan Hidup, pada Seminar
Nasional Green IT Di Jogja Expo Center, 3 Oktober 2011.
“Sampai saat ini, sampah produk IT seperti
handphone,
komputer, dan lainnya masih sulit didaur ulang dan telah menjadi
permasalahan lingkungan,” ucap Basuki. “Untuk itu, sebelum semuanya
terlanjur parah maka perlu segera ada aturan yang jelas,” ucapnya.
Dengan banyaknya limbah IT, kata Basuki, maka sangat perlu adanya PP yang menjabarkan bagaimana pengelolaan sampahnya.
Basuki
menyebutkan, belum dikeluarkannya PP sedangkan UU-nya telah ada yaitu
UU No 18/2007 tentang Pengelolaan Sampah menyebabkan adanya tarik ulur
antara pemerintah dengan pengusaha tentang aturan tersebut. "Belum
adanya PP itu lah yang menyebabkan hingga saat ini masih terjadi tarik
ulur tanggung jawab pengelolaan sampah IT," ucapnya.
Lebih
lanjut, Basuki menyatakan, permasalahan lingkungan yang disebabkan oleh
perkembangan IT ini juga terjadi bersama dengan munculnya kondisi
pemborosan energi dan pengolahan sumber daya alam (SDA) bahan baku
pembuatan produk IT.
"Karena pengelolaan limbah IT masih tarik ulur, itu juga berdampak pada pemborosan bahan baku pembuatan IT," sebut Basuki.
Sementara
itu, Sutiono Gunadi, General Manager PT Teknotama Lingkungan Internusa
(EcoStar Group), yang merupakan perusahaan pengolah limbah IT
mengatakan, perlakuan terhadap sampah elektronik yang sudah tidak
terpakai atau
e-waste tidak bisa seperti sampah pada umumnya.
Alasannya,
sampah tersebut termasuk kategori Bahan Beracun dan Berbahaya (B3)
karena produk elektronika mengandung logam berat seperti timbal,
merkuri, kadmium, arsenik dan sebagainya.
"Pengolahannya tidak boleh hanya dengan pembakaran di tempat terbuka, karena akan berbahaya bagi manusia," ucap Sutiono. (eh)
Laporan: Juna Sanbawa | Yogyakarta
• VIVAnews.com